Minggu, 06 November 2011

Seruan kepada sabar


Pengobat hati ketika musibah
Ketika musibah datang menimpa hendaklah seseorang hamba itu menyadari, siapakah dirinya?. Ia adalah seorang hamba yang tiada memiliki daya sediktipun. Ia berasal dari air yang hina dan lemah. Oleh karena itu hendaklah hamba tersebut cepat-cepat mengembalikannya kepada Allah. Jangan menyesali ini dan itu lagi karena semuanya sudah terjadi. Adapun kalimah yang diucapkan ketika tertimpah musibah seperti yang diajarkan Allah di dalam Al-Quraan “Inna lillahi wa inna ilaihi raajiuun” ( sesungguhnya kami milik Allah dan kepadaNya lah semunya kembali). Dengan demikian Insya Allah akan digantikan dengan yang lebih baik atas sesuatu yang hilang tersebut sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Rasulullah s.a.w. Barang siapa yang membaca kalimat istirja’ ketika tertimpah musibah ia akan memperolehi rahmat dan belas kasih Tuhannya. Mendapat ganti yang lebih baik, boleh jadi Allah menjadikan musibah tersebut untuk mengangkat derajat seseorang itu di sisiNya. Oleh karena itu bagi mereka yang mengetahui besarnya pahala bersabar ketika musibah, maka hamba tersebut justeru merasa gembira dengan adanya bencana yang menimpah dirinya. Lantaran mengingat balasan pahala yang amat besar.

Hamba yang memiliki kualitas Iman yang tinggi senantiasa berhati ikhlas, sabar dan bertawakal kepada Allah dalam menghadapi kesulitan-kesulitan hidupnya. Tidak cepat mengeluh apalagi berputus asa atas rahmat Tuhannya. Musibah atau bencana yang menimpa seseorang itu terkadang merupakan obat. Obat hati supaya hamba tersebut tidak sombong, ego, merasa paling berkusa dan akan bertindak sesuka hati. Berbuat kerusakan di muka bumi ini. Dengan adanya musibah manusia akan ingat bahwa bagaimana ketika uang yang banyak tidak dapat meyelamatkan kematian, badan yang kuat menjadi lemah di rempuh sakit dan tubuh yang indah menjadi rusak. Lalu ia tidak kuasa berbuat apa-apa dengan demikan hamba tersebut menjadi sadar dan  mengembalikan segala persoalannya kepada Allah.

Musibah jika dihadapi dengan benar serta rasa ikhlas ia akan mendatangkan kebaikan-kebaikan bagi orang itu. “Karena setiap kesusahan itu ada kemudahan. Setiap kesusahan itu ada kemudahan.” (Al-Insyirah: 5-6).

Tapi sebaliknya, jika ia dihadapi dengan meratap, berkeluh kesah serta menyesali dengan apa yang terjadi apalagi sampai-sampai berperasangka yang buruk terhadap Allah, menjadikaan bencana di atas bencana. Petaka yang satu belum selesai sudah ditimpa musibah yang lain. Ialah musibah kerugaian hamba tersebut dari mendapat pahala bertukar menjadi azab yang pedih.

Diterangkan oleh Imam Abu Abdullah, bunyi penggalan Hadist yang diriwayatkan dari Abu Qasim bin Askari bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda: “Aku melihat seorang dari Umatku yang sangat kebingungan karena buku catatan amalnya selalu menuju ke sebelah kiri.  Maka rasa takutnya kepada Allah (semasa ia hidup) datang lalu menangkap buku itu dan diberikannya kepada tangan kanan. Aku milhat seorang dari umatku yang ringan timbangan amal baiknya. Maka anaknya yang meninggal datang lalu memberatkan timbangan (amal baiknya). Aku melihat seorang umatku berdiri di tepi neraka Jahannam, maka harapanya kepadanya kepada Allah datang, lalu menyelamatkannya dari situ dan diapun pergi. Aku melihat ada hambaku yang dibawa untuk dimasukkan ke dalam neraka, maka air matanya yang keluar karena takut pada Allah datang, lalu menyelamatkannya dari situ. Aku melihat ada dari umatku  sedang berdiri di atas Sirath sedangkan ia sangat tergoncang seperti goncangan benda ringgan yang tertiup angin kuat. Maka sangkaan baiknya kepada Allah datang lalau membuat tenang goncangan itu”.

Berdasarkan Hadist di atas sangkaan baik terhadap Allah merupakan ibadah yang akan mendapat ganjaran, akan menolong kesulitan kita di lain waktu. Sebab itulah hendaklah seseorang hamba tersebut tidak bersangka buruk pada Allah ketika ia tertimpah musibah. Serta terus bersabar dengan ujian-ujian yang menimpa sehingga datang suatu ketika Allah memberikan pertolongan padanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar